Tuesday, 11 May 2010


Mengisi hari-hari di balik jeruji besi penjara tentu merupakan sesuatu yang tak mengenakan. Begitu juga yang dirasakan Muhammad Misbakhun, salah satu deklarator hak angket DPR untuk kasus Bank Century.

Sebelumnya Komisaris PT Selalang Prima International ini tidak pernah membayangkan bahwa ia harus mengisi rutinitas sehari-harinya dalam sebuah ruang terisolasi.

Namun, sepanjang hari-hari yang dijalaninya, politisi PKS ini ternyata masih menyempatkan diri menulis renungan hidup yang dialaminya.

Dalam catatannya yang dikirim kepada sejumlah koleganya di Jakarta, Minggu (9/10), Misbakhun menggoreskan sederet kalimat penuh makna.

Antara lain, ia mengatakan, "Matahari terbit terakhir yang bisa saya saksikan adalah matahari terbit tanggal 26 April 2010. Walaupun saya menyaksikan sebagai sebuah hal kegiatan rutin biasa seperti saya melewati hari-hari sebelumnya. Begitu juga itulah hari terakhir saya menyaksikan cakrawala, batas langit pagi itu," begitu catatan pembukanya.

Misbakhun, masih dalam catatan itu, mengungkapkan, dirinya tak menyangka bahwa periode tersebut adalah matahari terbit terakhir yang ia saksikan dan yang ia pandangi.

"Karena perjalanan waktu berikut adalah sebuah episode dimana matahari terbit, indahnya langit biru, warna lembayung cakrawala di kala senja, gemuruh hujan, teriknya matahari, gelapnya malam, redupnya sinar bulan sudah tidak bisa saya saksikan sebagai sebuah rutinitas.

Menjadi sebuah hal yang indah ketika dibayangkan sebagai sebuah kenangan, sebagai sebuah hasrat karena kita sudah dalam keadaan yang tidak bisa merasakan," kenangnya.

Bagi Misbakhun, angka-angka di tanggalan : 6, 27, 28, 29, 30,...6, 7, 8, 9... adalah sebuah deretan angka kalender yang dilewati sebagai sebuah perjalanan waktu dengan makna lebih.

Ia meyakini, keterbatasan ruang bukanlah sebuah pengekang atas imajinasi dan pemikiran manusia.

Imajinasi pemikiran manusia, menurut dia, tidak akan pernah bisa dibatasi oleh sebuah tembok penyekat dalam bentuk apapun.

"Apakah itu sebuah ruang yang bernama penjara ataulah sebuah ruang isolasi. Karena sejatinya imajinasi pemikiran manusia hakikinya milik manusia yang tidak bisa disentuh oleh siapapun," demikian Misbakhun.


Sumber
Jakarta (ANTARA)

Artikel Yang Berhubungan



0 comments: