Friday 24 September 2010


SAN FRANCISCO, All you need is love... Yang kita perlukan adalah cinta... Itulah yang diungkapkan Genevieve Bell, salah satu bintang dalam ajang Intel Developer Forum yang diadakan di San Francisco pekan lalu. Perempuan yang kini menjabat Direktur Interaction & Experience Research Intel Corporation ini tidak sedang bicara mengenai hubungan antar manusia, melainkan hubungan antara manusia dengan mesin atau piranti yang digunakannya.

Bell bukanlah seorang insinyur seperti kebanyakan petinggi Intel lainnya. Ia adalah seorang antropolog dan etnologis. Namun dialah yang disebut-sebut sebagai "senjata rahasia Intel". Kunci keberhasilannya adalah, ia tidak memaksa manusia memahami dan menerima teknologi, tapi mencari tahu apa yang diinginkan orang-orang dan apa yang membuat banyak orang "mencintai" piranti-piranti yang dimilikinya.

"Hal yang harus kita tanyakan saat akan menghadirkan produk teknologi adalah apa yang disukai orang-orang terhadap piranti yang mereka miliki, apa teknologi yang membuat mereka makin mencintai barang-barang itu, dan teknologi apa yang bisa menghasilkan pengalaman baru yang bakal mereka sukai," ujar Bell dalam perbincangan dengan Kompas.com di San Francisco, Selasa (14/9/2010).

Menurut Bell, dengan begitu orang akan lebih mudah menerima teknologi dan tidak memandangnya sebagai sesuatu yang sulit, melainkan akan jatuh cinta pada teknologi itu. Dan hal tersebut menjadi pekerjaan Bell dalam mengembangkan produk-produk Intel. Tak heran kalau tugas utamanya adalah bergaul dan mempelajari kebiasaan dan kebudayaan orang-orang di berbagai daerah. Tak terkecuali ke Indonesia.

Beberapa tempat di Indonesia yang pernah dikunjunginya adalah Bali, Surabaya, Yogyakarta, Jakarta, dan Pekanbaru. "Saya selalu terinspirasi pada hal-hal yang saya peroleh dalam perjalanan saya. Tak terkecuali di Indonesia," ujarnya.

Bell besar di Australia dan tak asing dengan kehidupan liar di sana. Ia pun akrab dengan komunitas-komunitas Aborigin di Australia tengah dan utara. "Saat kecil, saya bercita-cita menjadi pemadam kebakaran atau dokter gigi atau Perdana Menteri perempuan Australia pertama. Saya tidak pernah membayangkan menjadi seperti ini, hidup di Amerika, dengan gelar antropologi, bekerja bagi perusahaan multinasional, mempelajari kebiasaan orang-orang, dan membantu menciptakan teknologi," ujarnya.

Bell bergabung dengan Intel tahun 1998 setelah lulus dari Stanford University jurusan antropologi budaya. "Suatu perpaduan yang aneh sejak awal. Namun setelah bertahun-tahun, melakukan banyak sekali perjalanan, banyak publikasi, dan pertemuan-pertemuan, saya masih di sini dan masih melakukan hal-hal yang saya anggap menantang, membanggakan, kadang membuat frustasi, tapi secara keseluruhan menarik," ujarnya.

Itulah Genevieve Bell. Ia selalu berpikir tentang manusia. Ia berkeliling dunia untuk mempelajari manusia, bagaimana kita berpikir, bagaimana kita hidup, dan bagaimana kita menempatkan teknologi dalam hidup kita. Ia akan mencari tahu apa yang dicintai manusia, dan apa yang dia pelajari suatu ketika bisa menjadi sebuah piranti yang kita pakai... dengan penuh cinta.



Sumber
KOMPAS.com

Website yang berhubungan :
Info Teknologi
Sentuhan Rohani
Trik and Tips
Info Pendidikan
Info Kesehatan
Forum Di Web
Puisi-Puisi Ku

Artikel Yang Berhubungan



0 comments: