Friday 30 October 2009

Biro Pemerintahan Provinsi Jatim dituding membuka peluang penyalahgunaan dana hibah sebesar Rp 6.354.352.423. Pasalnya pengelolaan dana hibah tersebut tidak ada laporannya, hingga terbongkar dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Jawa Timur.
Dalam audit BPK 25 Mei 2009 dinyatakan, Kepala Biro (pemerintahan) selaku pengelola bantuan sosial, kurang aktif dalam upaya penyelesaian pertanggungjawaban, padahal Biro keuangan dalam laporannya pada BPK,sudah mengingatkan kepada penerima hibah untuk menyampaikan laporannya. Tentu hal tersebut tidak sesuai dengan peraturan pemerintah No 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah Pasal 61 ayat (1) yang menyatakan setiap pengeluaran harus didukung bukti yang lengkap dan sah.

Selain itu juga melanggar peraturan Menteri Dalam Negeri No 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah pasal 4 yang menyatakan, keuangan daerah dikelolah secara tertib taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat.
Bahkan sikap Biro Pemerintahan tersebut juga tidak sesuai dengan Peraturan Gubernur No 20/2008 tentang pedoman tekhnis pengela belanja subsidi hibah bantuan sosial, bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga Provinsi Jatim anggaran 2008. baik pada pasal 13 ayat (1) maupun pada pasal 13 ayat (2)
Menanggapi hal tersebut, anggota DPRD Jatim, Basuki Babussalam menyatakan pemprov Jatim harus tanggap, salah satunya dengan mendorong agar inspektorat segera turun dalam rangka melakukan pengawasan etrkait persoalan ini. Sebab lanjut politisi asal Partai Amanat Nasional tersebut, penerima dana hibah kadang disalahgunakan. Salah satunya dengan menyalurkan dana hibah tersebut pada instansi yang kurang begitu jelas, ataupun program yang diajukan cukup lemah dari pengawasan.
"Nah karenanya kawan-kawan inspektorat Provinsi harus memantau ini berjalan ataukah tidak," cetus Basuki saat dihubungi Surabaya Pagi, kemarin.
Lebih jauh ia menyatakan, bagi Pemprov sendiri selaku pemberi dana hibah harusnya melakukan pemantau dan singkronisasi. Salah satunya dengan adanya pertanggungjawaban dari penerima dana hibah. Sebab penyampaian laporan itu bagian dari pelaksanaan program yang berjalan ataukah tidak.
Jika kemudian lembaga penerima tidak bisa melakukana pelaporan, lanjutnya maka harus ada punishment (hukuman) sesuai dengan kesalahannya, bahkan hal tersebut bisa diindikasi dalam persoalan korupsi jika tidak dilaporkan secara baik. "oh iya dong (bisa masuk korupsi) sebab kesalahan bertingkat-bertingk at ada administrasi termasuk kesalahan anggaran," tandasnya
Dikonfirmasi terkait persoalan ini, Kepala Biro Pemerintahan Pemprov Jatim Jarianto menyatakan, tidak tahu menahu terkait dengan hasil audit BPK tersebut, bahkan ia mempertanyakan penggunaan dana hibah tersebut, "Dana hibah untuk apa, saya kok tidak tahu," jelasnya. Namun ia menduga jika dana hibah senilai 6.354.352.423 itu masih menjadi tanggung jawab Soekardo, kepala Biro pemerintahan sebelumnya. "Tanya aja pak Kardo, saat tidak tahu itu," tandasnya. arf
http://www.surabaya pagi.com/ index.php? p=detilberita& id=36813

KPK Siap Turun Raibnya Dana Hibah Rp 6 Miliar

SURABAYA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan siap turun terkait persoalan belum dilaporkannya dana hibah senilai Rp 6.354.352.423 miliar yang dikelola Biro Pemerintahan (era Sukardo). Sikap reponsif KPK tersebut karena mensinyalir adanya kerugian negara dalam persoalan dana hibah yang tak terlaporkan
"“Audit keuangan itu dilakukan oleh BPK, hasil audit diserahkan ke Kejaksaan, BPK, Kepolisian atau BKP. Kita akan segera menelusuri itu,” ungkap Wakil ketua KPK M Jasin, sesuai acara seminar Korupsi di Pemprov Jatim, Jl Pahlawan, Surabaya, Kamis, (9/10).
Lebih jauh ia menjelaskan, KPK bisa turun setelah melihat hasil audit investigatif dan menemukan adanya kerugian negara. Sebab melalui adanya unsur kerugian negara ini, KPK sudah mempunyai pintu untuk bisa masuk melakukan proses penyidikan. "Karenanya kalau ada kerugian negaranya bisa diproses," terang jelas M Jasin.
Kerugian negara tersebut, lanjut dia sesuai dengan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999. Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pasal 2 dan 3 semisal dengan menyalahgunakana kewenangan, kemudian memperkaya diri, ataupun untuk orang lain. Nah berapa kerugian negaranya ini yang juga menjadi unsur penting
Ia menambahkan, jika persoalan tersebut dilakukan oleh oknum pemerintahan yang merupakan penyelenggara negara maka cukup baik untuk dilaporkan pada KPK. Sebaliknya, jika kemudian bukan dilakukan oleh penyelenggara negara maka ditangani oleh penegak hukum lain. "Meski tidak mungkin penegak hukum lain itu juga menangani itu, bukan KPK saja," sambungnya
Hanya saja, tambah M Jasin, untuk KPK sengan membatasi penangan kasus yang menyebabkan kerugian Negara lebih dari 1 miliar saja, selainnya KPK akan menyerahkan pada pihak penegak hukum yang lain meski demikian lembaga selain KPK juga punya kewenangan yang sama dalam menangani persoalan hukum yang juga mengakibatkan kerugian negara lebih dari Rp 1 miliar.
Terkait Ihwal ini, Sukardo yang dikonfirmasi via SMS di nomor 0811305xxx hingga berita ini naik cetak, tidak memberikan jawaban apapun. Hanya sehari sebelumnya lelaki yang kini menjabat sebagai Kabiro Organisasi tersebut menyatakan jika pihaknya tidak pernah menerima dana hibah Rp 6.354.352.423 miliar
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam audit BPK pertanggal 25 Mei 2009 dinyatakan, Kepala Biro (pemerintahan) selaku pengelola bantuan social atau dana hibah, kurang aktif dalam upaya penyelesaian pertanggungjawaban penggunaan anggaran. Padahal Biro keuangan dalam laporannya pada BPK, sudah mengingatkan kepada penerima hibah untuk menyampaikan laporannya. Tentu hal tersebut tidak sesuai dengan peraturan pemerintah No 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah Pasal 61 ayat (1) yang menyatakan setiap pengeluaran harus didukung bukti yang lengkap dan sah.
Selain itu juga melanggar peraturan Menteri Dalam Negeri No 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah pasal 4 yang menyatakan, keuangan daerah dikelola secara tertib taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat.
Bahkan sikap Biro pemerintahan tersebut juga tidak sesuai dengan Peraturan Gubernur No 20/2008 tentang pedoman tekhnis pengela belanja subsidi hibah bantuan sosial, bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga Provinsi Jatim anggaran 2008. baik pada pasal 13 ayat (1) maupun pada pasal 13 ayat (2) (arf)
http://www.surabaya pagi.com/ index.php? p=detilberita& id=37041

Sukardo : Dana Hibah Mengalir ke Pilgub

SURABAYA - Sedikit demi sedikit aliran dana hibah senilai Rp 6.354.352.423 miliar yang rawan diselewengkan mulai terkuak. Mantan Kepala Biro Pemerintahan Pemprov Jatim mengakui dana tersebut untuk anggaran pemilihan gubernur Jatim, 2008 lalu. Kendati demikian ia bersikukuh jika tak pernah menerima dan mengelolanya.
Aliran dana hibah miliar rupiah itu, ia sebut di antaranya masuk pada para penyelenggara Pilgub. "Dana tersebut masuk untuk anggaran Pilgub, tanyakan aja pada para penyelenggara, " ungkap mantan Kepala Biro Pemerintahan Sukardo, saat ditemui di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Rabu, (14/10).
Soekardo menuding anggaran dana hibah itu dialirkan pada penyelenggara di antaranya adalah Komsi Pemilihan Umum (KPU), Panitia pengawas serta pengamanan. Sebab, dana hibah kala pilgub hanya digunakan untuk instansi penyelenggara ini saja. "Biro pemerintahan memang fungsinya sebagai sekretaris, tapi tidak memegang angaran untuk dana hibah," kilah mantan sekretaris desk pilkada Jatim tersebut.
Lalu bagaimana data bisa masuk ke BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)? Sukardo menganggap hal tersebut merupakan suatu kesalahan. Sebab selama ini, dirinya tidak pernah mengaku menerima maupun mengelola dana tersebut. Nah, untuk lebih pastinya dengan sedikit riskan ia mengatakan yang juga mengetahui hal tersebut adalah Biro Keuangan. "Jadi jangan kemudian kita diposisikan sebagai korup," katanya mencoba meyakinkan.
Sebagaimana diketahui dalam dalam audit BPK 25 Mei 2009 dinyatakan, Kepala Biro (pemerintahan) selaku pengelola bantuan sosial, kurang aktif dalam upaya penyelesaian pertanggungjawaban. Padahal Biro keuangan dalam laporannya pada BPK sudah mengingatkan kepada penerima hibah untuk menyampaikan laporannya. Terkait hal tersebut Biro pemerintahan melanggar sejumlah peraturan dan pergub, di antaranya Peraturan Pemerintah No 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 61 ayat (1) yang menyatakan setiap pengeluaran harus didukung bukti yang lengkap dan sah.
Selain itu, juga melanggar peraturan Menteri Dalam Negeri No 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah pasal 4 yang menyatakan, keuangan daerah dikelola secara tertib taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat.
Pelanggaran lainnya adalah Peraturan Gubernur No 20/2008 tentang pedoman tekhnis pengela belanja subsidi hibah bantuan sosial, bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga Provinsi Jatim anggaran 2008. baik pada pasal 13 ayat (1) maupun pada pasal 13 ayat (2). arf

http://www.surabaya pagi.com/ index.php? p=detilberita& id=37257

Dana Hibah Mengalir Ke Gus Ipul

SURABAYA – Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada APBD 2010 ini mengajukan anggaran yang cukup besar untuk hibah untuk (bantuan operasional) . Disediakan anggaran Rp 27,9 miliar untuk digunakan kepada 12 organisasi yang salah satunya Kwartir Daerah (Kwarda) yang kini dipimpin wakil Gubernur Syaifullah Yusuf.
Dari 12 lembaga dan organisasi semi pemerintah yang menerima dana hibah dari Biro Keuangan Jatim itu, hanya Kwarda Pramuka Jatim paling tinggi jumlahnya. Yakni sebesar Rp 6,5 miliar. Belum jelas digunakan untuk apa anggaran itu. Sebab tahun-tahun sebelumnya, anggaran untuk Kwarda paling tinggi Rp 2 miliar pertahun. Namun sejak dipimpin Gus Ipul, anggarannya membengkak. APBD Tahun 2009 kemarin, dana Hibah untuk Kwarda juga dialokasikan Rp 6,75 miliar.
Dana hibah untuk Pramuka yang bentuk kegiatannya tidak jelas itu berbanding terbalik jika dijajarkan dengan dana hibah yang diperuntukkan untuk lembaga yang lebih penting lainnya. Seperti Panti Asuhan yang cuma dianggarkan Rp 250 juta. Lebih tragis lagi alokasi untuk Panti Jompo hanya Rp 75 juta.
Menanggapi hal ini, anggota komisi E (Kesra) mengaku kaget dengan tingginya jumlah alokasi dana untuk Pramuka itu. “Buat apa saja dana Pramuka sebesar itu,” heran Kuswiyanto. Mengingat peran pramuka selama ini hanya terlihat ketika hari ulang tahun pramuka saja. selebihnya, untuk operasional kantor pramuka seharusnya tidak sebesar itu. “Kalau memang tidak logis peruntukannya kita akan kepras,” tegasnya.
Ia berjanji dalam pembahasan RAPBD 2010 nanti akan mencermati pos-pos yang boros. Kuswiyanto malah tertarik untuk menambah dana hibah untuk Panti Asuhan dan Panti Jompo. “Panti asuhan itu harus ditambah, karena disitu terdapat orang-orang usia produktif yang berdampak pada generasi kedepan,” papar politisi asal PAN ini. Begitu juga dengan Panti Jompo, dana Rp 75 juta tidak cukup untuk menampung seluruh orang jompo di Jatim. “Terutama untuk lansia yang sudah tidak punya keluarga, patur diberi perhatian lebih dan saya yakin itu jumlahnya tidak sedikit,” pungkasnya.
Sayang, Ketua Kwarda Pramuka Jatim Gus Ipul menolak memberikan komentar apapun terkait pengajuan anggaran hibah Rp 6,5 miliar untuk Pramuka itu. Tidak seperti biasanya, saat dihubungi dan di sms di ponsel, Wagub Jatim itu tidak memberikan balasan sama sekali. rko

Artikel Yang Berhubungan



0 comments: