Wednesday 21 April 2010

Masyarakat berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang terjamin keamanannya, informatif, layak, dan manusiawi. Oleh karena itu, pada program pengobatan massal filariasis, prosedur, implementasi program, ketersediaan tenaga kesehatan, dan penanggulangan kejadian ikutan perlu ditinjau kembali.

Sekalipun telah diumumkan bahwa kematian sejumlah warga di Kabupaten Bandung pascapengobatan massal filariasis, 10 November lalu, tidak terkait obat filariasis, pemerintah tetap perlu mengevaluasi pelaksanaan pengobatan massal tersebut.

Pengobatan massal filariasis menggunakan diethylcarbamazine citrate (DEC/bekerja membunuh mikrofilaria dan cacing dewasa), albendazole (obat cacing), dan parasetamol (penghilang rasa nyeri dan peradangan serta penurun panas). Pemberian obat kepada seluruh warga di daerah endemik filariasis dilakukan setahun sekali selama lima tahun berturut-turut.

Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) Marius Widjajarta, Jumat (20/11), mengatakan, sebaiknya program pengobatan massal itu dihentikan sementara sampai dipastikan keamanan prosedur, ketepatan pelaksanaan di lapangan, dan ketersediaan tenaga kesehatan di lapangan. Program harus tetap sesuai kaidah kesehatan. Jika ingin program yang aman, penyaringan (screening), misalnya, harus dilakukan.

Penyaringan dilakukan tenaga kesehatan guna mengecek kesehatan masyarakat sebelum pembagian obat. Pengukuran tekanan darah, penimbangan berat badan, pendataan riwayat kesehatan (untuk mengecualikan penderita penyakit kronis, anak, dan orang lanjut usia), dan kadar mikrofilaria dalam darah dilakukan agar program aman dan kepercayaan masyarakat terjaga.

Di masyarakat yang bergizi buruk, bisa terjadi dari segi umur orang itu dewasa, tetapi dengan berat badan anak-anak sehingga butuh dosis berbeda. Orang hamil muda juga sulit dideteksi kasatmata. Butuh biaya lebih besar ketimbang sekadar membagikan obat, ujarnya.

Marius berpendapat, pembagi obat di lapangan seharusnya tenaga kesehatan agar masyarakat bisa bertanya sesuai kebutuhan. Mereka juga yang mengecek kesehatan penerima obat. Tidak sekadar memberikan penjelasan dan membekali buku panduan.

Kepercayaan masyarakat terhadap program pemerintah itu dapat luntur jika program dilaksanakan serampangan. Cakupan minum obat yang kecil bisa menyulitkan pemerintah.

Sehari sebelumnya Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia Fachmi Idris mengatakan, dalam program tertentu, terdapat prosedur. Harus dilihat apakah prosedur itu sudah benar dan tepat dan apakah dijalankan di lapangan, ujarnya.

Dia berpandangan, eliminasi penyakit seperti filariasis memang butuh strategi ganda. Di satu sisi perlu upaya preventif menghilangkan sumber penularan dan vektor. Di sisi lain upaya kuratif dibutuhkan untuk menyembuhkan penderita /pada kasus filariasis juga menjadi sumber penularan. Pengobatan massal adalah salah satu cara.

Sumber
Jakarta, Kompas

Artikel Yang Berhubungan



0 comments: