Sunday, 18 April 2010
MULUT dan gigi mutlak bersih dan segar. Selain menjadikannya sehat dan kuat, penampilan pun semakin pede.
Menggosok gigi teratur merupakan kebiasaan yang harus dijalani untuk menjaga kebersihan gigi. Para dokter gigi menyarankan melakukannya minimal dua kali sehari, sesudah sarapan pagi dan sebelum tidur malam.
Salah satu syarat gosok gigi efektif, tentu dengan menggunakan pasta gigi. Namun, tidak sembarang pasta gigi dapat dipakai. Di pasaran banyak ditemukan pasta gigi beragam merek, mulai produksi dalam negeri maupun impor.
Ternyata, sebagian besar merek pasta gigi yang ada menggunakan deterjen dalam formula mereka. Kandungan deterjen inilah yang menghasilkan efek banyak busa.
Beberapa hasil penelitian yang dilakukan para ahli menemukan, pemakaian deterjen lebih banyak memiliki efek negatif. Penelitian yang dilakukan Bente Brokstad Herlofson dan Barkvoll dari Department of Oral Surgery and Oral Medicine, Dental Faculty, University of Oslo, Norwegia, membandingkan efek penggunaan pasta gigi dengan deterjen dan bebas deterjen.
Tujuan penelitian klinis tersebut untuk meneliti efek dari jenis pasta gigi yang menggunakan deterjen dengan kandungan sodium lauryl sulfate( SLS) dan cocoamidopropylbetaine (CAPB) dibandingkan dengan pasta gigi bebas deterjen pada 30 pasien yang mengalami recurrent aphthous mouth ulcers(RAU) atau luka seperti bisul yang terus-menerus.
Penelitian tersebut selama enam minggu. Pada periode tersebut, pasien diminta untuk menggosok gigi dua kali sehari dengan dua jenis pasta gigi berbeda. Dari hasil penelitian tersebut dapat dinilai lokasi dan jumlah dari luka bisul yang terlihat.
Frekuensi yang lebih tinggi secara signifikan dari penampakan luka pada mulut ditunjukkan ketika pasien menggosok gigi dengan pasta gigi yang mengandung sodium sulfate lauryl sulfate (SLS), dibandingkan dengan pasta gigi yang mengandung cocoamidopropyl betaine (CAPB) atau pasta gigi bebas deterjen.
Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa efek dari SDS yang membuat lapisan musin dalam mulut tidak berfungsi secara alami yaitu dengan membuka lapisan dasar epitelium, ternyata memengaruhi timbulnya peningkatan RAU.
"Pasta gigi yang bebas kandungan SLS bisa direkomendasikan dengan pasien yang mengalami luka bisul di mulut secara terusmenerus," kata Herlofson.
Penelitian lainnya mengenai efek dari SLS dilakukan oleh Chahine L, Sempson N, dan Wagoner C dalam laporan bertajuk "The effect of sodium lauryl sulfate on recurrent aphthous ulcers: a clinical study".
Berkurangnya angka dari kemunculan RAU secara statistik diobservasi selama 2 bulan. Mereka mengamati penggunaan pasta gigi yang bebas SLS dan pasta gigi dengan kandungan SLS.
"Hasil penelitian ini mendukung penelitian independen sebelumnya yang menyarankan penggunaan pasta gigi tanpa SLS untuk orang-orang yang mengalami RAU," tegas Chachine dalam laporannya.
Drg MD Vela Momang dari PT Enzym Bioteknologi Internusa mengungkapkan, sebenarnya penggunaan deterjen pada pasta gigi dimulai ketika penggunaan batu apung dan fluoride sebagai bahan pasta gigi tidak saling mengikat.
"Salah satu versi menyebutkan, awalnya menyikat gigi dimulai dari para bangsawan Mesir dengan menggunakan sejenis rumput-rumputan," kata Vela.
Penelitian tersebut kemudian berkembang dengan penggunaan serbuk batu apung. Lalu pada saat Perang Dunia I di Prancis ditemukan masyarakat suatu desa yang giginya bagus.
"Ternyata, air yang mereka gunakan mengandung fluor. Disatukanlah pemakaian serbuk batu apung dan fluor," papar Vela.
Namun, kedua bahan tersebut ternyata tidak bisa berfungsi secara optimal. Kemudian, mulailah digunakan bahan deterjen dan fluoride. Fungsi deterjen untuk mengangkat lemak, sementara itu fungsi fluoride untuk memperkuat gigi.
"Ternyata dari penggunaan deterjen, ada efek samping yaitu berupa perubahan indra perasa. Bisa dibuktikan, jika seseorang menggosok gigi dengan pasta gigi yang mengandung deterjen kemudian makan atau minum, rasanya akan berubah. Meskipun hanya sementara," sebutnya.
Sumber : sindo//tty
0 comments:
Post a Comment