Tuesday, 20 April 2010
Banyak orang menyebut nyeri dada lebih sebagai kram jantung. Sementara dalam dunia medis, para ahli jantung menyebutnya dengan nama angina pectoris.
Emanoel Oepangat, pakar penyakit jantung dari Siloam Hospital, Tangerang, menyatakan, kram jantung banyak menjangkiti pria berusia sekitar 50 tahun ke atas. Adapun perempuan yang terkena pada umumnya berumur lebih dari 55 tahun.
"Lebih tahannya perempuan karena mereka memiliki hormon ketahanan tubuh yang lebih baik daripada pria," lanjut Emanoel.
Penyebab terjadinya kram jantung adalah adanya penyumbatan dalam pembuluh jantung. Penyumbatan itu akibat penumpukan lemak dan kolesterol dalam aliran darah. Namun, hal ini bisa juga terjadi karena ada pengapuran pada pembuluh tersebut. Akibatnya, aliran dalam darah tidak mengalir sempurna.
"Pengapuran adalah proses alami pada manusia. Oleh karena itu, setiap orang berisiko terkena angina pectoris," ujar Emanoel.
Bagi penderita obesitas, risiko terkena kram jantung jauh lebih besar karena penderita obesitas atau kegemukan memiliki lemak berlebih. Pun begitu bagi penderita diabetes melitus, risiko terkena angina pectoris besar pula. "Tekanan gula yang tinggi akan menghambat penyaluran udara ke pembuluh jantung," ujarnya.
Angina pectoris juga merupakan penyakit keturunan. Artinya, bila ada salah satu anggota keluarga yang sudah pernah terjangkit penyalit ini, anak cucunya pun bisa mengalami hal yang sama. "Bahkan, faktor keturunan lebih rawan daripada faktor-faktor yang lainnya," imbuh Harmani Kalim, pakar penyakit jantung di Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta Barat.
Faktor keturunan akan lebih cepat terlihat gejalanya daripada faktor yang lainnya. Kalau umumnya angina pectoris baru terlihat pada usia 50 tahun ke atas, tetapi jika disebabkan karena faktor keturunan bisa lebih muda lagi.
"Usia 35 tahun sudah ada yang terserang angina pectoris," kata Harmani. Parahnya lagi, seiring pertambahan usai, intensitas serangan penyakit ini semakin bertambah.
Meski menakutkan, penyakit ini nyatanya tetap bisa diobati. Syaratnya, pasien tidak terlambat datang ke ahli. "Dengan melebarkan pembuluh jantung yang menyempit, sakit jantung bisa diobati," kata Harmani. Melebarkan pembuluh ini bisa dilakukan dengan dua cara, yakni berobat jalan dan operasi.
Obat jalan diberikan bila penyakit ini baru memasuki tahap awal. Cirinya, penyumbatan pembuluh belum parah dan masih bisa dikembalikan. "Cara pengobatannya dengan pemberian aspirin berdosis rendah untuk memperlancar aliran darah," kata Emanoel.
Namun, pemberian aspirin ini tidak boleh sembarangan. Pemberian aspirin harus berada dalam pengawasan dokter. "Bila tanpa pengawasan dokter, pasien tidak akan tahu apakah penyumbatan sudah normal atau belum," kata Emanoel.
Adapun penyembuhan lewat operasi ditujukan bagi pasien yang telah mengalami penyempitan parah. Operasi yang dilakukan adalah kateterisasi, yakni memasukkan selang khusus ke pembuluh darah.
Selang itu ditiupkan untuk melebarkan penyempitan pembuluh jantung. Peniupan ini biasa disebut juga dengan nama balonisasi.
Setelah peniupan, dokter akan melakukan tindakan tambahan agar hasil peniupan tersebut lebih sempurna, yakni dengan pemasangan ring atau cincin penyanggah, yang biasa disebut stent. Stent ini berguna menjaga intensitas aliran darah koroner.
Menjaga intensitas aliran darah ini bisa juga dilakukan dengan cara lain, yaitu pengeboran kerak di dalam pembuluh darah (directional atherectomy). "Ini dilakukan agar pembuluh tidak menyempit kembali," kata Emanoel. (Adi Wikanto)
Sumber
JAKARTA, KOMPAS.com
0 comments:
Post a Comment