Tuesday 18 January 2011

AA Gym Ceraikan Teh Ninih

Linda | 29 December 2010 | 09:47

Judul ini saya kutip dari FEMME, salah satu media yang beredar minggu ini. Kata-kata lain yang tertera di media ini mengawali uraian yang panjang lebar tentang dai kondang A’a Gym adalah:

- Saat menikahi teh Rini, ternyata tidak pernah minta izin teh Ninih

-Sejak menikah lagi, lebih banyak waktunya dengan istri kedua

Sungguh saya terhenyak membaca berita ini. Ibarat luka lama yang terkuak kembali, tentu berita ini menarik terutama bagi kaum ibu. Kita tidak lupa betapa A’a Gym telah membuat gempar para perempuan Indonesia khususnya para jemaah setianya. Pernikahannya dengan Rini, perempuan cantik yang mengaku masih keluarga BJ Habibie itu membuat patah arang orang-orang yang rajin mengunjungi pesantren Daarut Tauhid maupun para peserta pengajian di berbagai kawasan. Reaksi orang hampir senada semua, dengan kekecewaan yang amat sangat. A’a Gym dikecam habis, dan seketika itu pula ‘tamatlah riwayatnya’ karena orang mundur teratur tak berminat lagi memanggilnya, maupun mendengarkan ceramahnya. “Manajemen cinta yang mana yang harus diikuti para jemaahnya? Yang seperti cara dia itu?!,” begitu rata-rata orang berkomentar.

Yang juga galak pada saat itu adalah, ibu-ibu Dharma Wanita dari berbagai instansi pemerintah juga menuntut para suami mereka untuk tidak lagi memanggil A’a Gym untuk berceramah di depan mereka. Kawasan Daarut Tauhid yang boleh disebut menjadi sumber mata air berlimpah untuk mencari penghasilan dari datangnya para umat dari pelosok kota manapun, sudah bisa diduga lambat laun bagai lokasi mati dan sepi.

Tentu kita masih ingat bagaimana seorang istri berkerudung berkacamata yang dipanggil Teh Ninih begitu tegar mendampingi suaminya yang diberitakan menikah lagi. Ia masih mencoba menyimpulkan senyum di kulum, beradegan mesra berboncengan sepeda dengan suami, dan berfoto lengkap bersama keluarga bahkan memakai baju muslim yang kembaran dengan madunya, berjalan di tengah kerumunan orang banyak.

Banyak pula orang geleng-geleng kepala melihat reaksi kaum ibu yang amarahnya meledak saat itu. Sehingga, ada pula para suami yang usil mengejek istrinya, “Lho, teh Ninih saja yang istri pertamanya nggak sewot, kok mama sih yang jadi sewot?”

Tak luput dari yang memboikot A’a Gym secara terang-terangan saat itu adalah Ibu Ainun Habibie. Rupanya sebelum ada kejadian pernikahan keduanya, dai ini menjadi salah satu penceramah agama di pengajian yang diselenggarakan oleh Ibu Ainun di rumahnya jalan Patra Kuningan Jakarta. Setelah Ibu Ainun meninggal, pengajian ini masih terus berjalan, dan salah satu anggota keluarga terdekat dari BJ Habibie terang-terangan berbicara di muka kelas di depan para ibu baru-baru ini, “Justru karena A’a Gym menikah dengan salah satu wanita yang masih ada hubungan keluarga dengan di sini, maka Ibu Ainun khusus melarang A’a Gym untuk datang ke tempat ini lagi ,” ujarnya tegas.

Cerita kelanjutan A’a Gym, sekali lagi saya peroleh dari FEMME. Saya hanya mengutip ulang sebagian yang tertulis, dan bukan reportase. Media ini mengutus wartawannya untuk melacak tentang gosip perceraian A’a Gym dan teh Ninih yang akhirnya terjadi juga. Sumber yang dijadikan berita adalah ibunda kandung dari teh Ninih sendiri, yang bermukim di Ciamis Selatan. Seperti yang sudah diketahui, orang tua teh Ninih adalah pemilik pesantren Kalangsari Cijulang yang sejak lama berdiri. Berita ini adalah sebuah berita kelanjutan yang mengabarkan bahwa istri pertama A’a Gym sudah menotariskan usaha milik bersama Daarut Tauhid diubah kepemilikannya atas nama Darul Muthmainnah yang dimilikinya sendiri. Sumber FEMME juga mengabarkan bahwa perceraian secara agama itu sesungguhnya sudah terjadi sekitar bulan Oktober tahun ini.

Dari tutur cerita seorang ibunda yang amat kecewa itulah FEMME berhasil mengorek cerita. Semula suaminya, HM Mukhsin sangat mengagumi sang menantu yang dianggapnya serius belajar agama dan rajin ikut dai-dai ke berbagai pengajian. Setelah menuntut ilmu agama di salah satu pondok pesantren di daerah Manonjaya Tasikmalaya dan dukungan penuh dari sang bapak mertua dan istrinya sendiri, A’a Gym melaju menjadi seorang dai. Kepopularitasannya tentu membawa konsekwensi tersendiri. A’a Gym mulai dikagumi banyak orang karena memang pandai menarik perhatian jemaahnya. Tiba-tiba kedua orang tua teh Ninih mendengar kabar pernikahan sang menantunya. Dan, ia mengaku bahwa sang menantu sama sekali tidak pernah minta izin apapun kepada istrinya untuk berpoligami, juga kepada kedua mertuanya. Beban berat dipikul berhari-hari bagi sang ibunda, sehingga ia segan untuk sering-sering ke luar rumah. “Ibu nggak keluar rumah karena malu kalau ditanya-tanya”,
ujar
sang ibunda teh Ninih.

Ibunda teh Ninih juga merasakan perubahan dari A’a Gym setelah beristri Rini. “Sejak beristri dua, A’a jadi cuek ke orang-orang. Kalau jalan nunduk aja dan nggak ada bercanda-bercandanya, mungkin takut dimarahin sama istrinya”, ujar sang ibu mertua. Menurutnya lagi, setelah mengikuti pengajian rutin tiap malam Jumat di Daarut Tauhid, si menantu langsung balik ke Jakarta, tidak mampir ke teh Ninih lagi, apalagi mengunjungi kedua mertuanya. Sang ibunda juga juga berkata bahwa dirinya hanyalah orang kampung biasa dan tak sebanding dengan keluarga dari A’a Gym. “Ibu kan orang kampung, orang kecil, sedangkan keluarga A’a kan rata-rata orang kaya, bapaknya aja tentara. Gda (anak pertama A’a Gym dari teh Ninih ) pernah bilang, Ibu mah keturunan orang miskin,” ujar sang Ibunda dengan sedih.

Selanjutnya, ia berkata, ” Memang poligami itu dibolehkan, tapi kan harus adil, sedangkan A’a kelihatannya nggak adil karena lebih mementingkan istri keduanya. A’a sosok yang baik, tapi semua orang pasti ada kekurangannya. A’a pernah bilang ke ibu dengan nada tinggi untuk tidak ikut campur urusan rumah tangga orang lain, nanti takut salah. Sakit dibentak seperti itu, tapi mau gimana lagi, memang sudah begini jalannya. Ibu sebagai orang tua lebih baik diam saja,” ujarnya sambil menahan tangis.

Sang ibunda juga sangat paham bila putrinya sesungguhnya sering menangis namun juga merasa harus ikhlas. “Teh Ninih itu sangat tertutup,” ujar sang Ibu lagi. Dan ia bercuriga saat pernah tersebar cerita A’a Gym bercerai yang lalu itu, sumbernya adalah istri kedua A’a Gym sendiri.”Sebenarnya Rini yang bicara seperti itu, jadi di mata orang lain Teh Ninih tuh nggak baik karena menggugat cerai suami,” katanya dengan nada kesal. Bahwa kini ada lagi berita perceraian itu, ia mengakui belum mengetahuinya lagi.

Sumber berita memang harus diperoleh secara berimbang. Saya melihat bahwa wartawan FEMME berusaha cek ulang dengan menghubungi sumber utama, yaitu A’a Gym sendiri. Dikejar sampai ke lokasi German Center yang tak jauh dari Teras Kota Bumi Serpong Damai, A’a Gym diam seribu bahasa saat dikonfirmasi wartawan. Tampaknya ia sudah tahu akan diterjang para pencari berita, maka tangga darurat dilaluinya untuk keluar dari gedung itu.

Wajah yang semula berseri-seri di depan para jemaahnya, mendadak berubah kesal. Bahkan, menurut FEMME lagi, di depan pintu masuk gedung, A’a Gym sempat menghampiri sang wartawan dan menyuruh mematikan telefon genggam yang saat itu sedang merekam. “Berikan saya kesempatan untuk tidak usah terlibat dan tolong hargai ulama,” ujar Aa Gym. Saat ia sudah berada di dalam mobilpun, A’a Gym masih membuka jendela kaca mobil sembari berkata, “Tolong ya hargai ulama”.

Saya kembali terhenyak. Seorang dai terkenal, saat dimintai konfirmasi tentang berita yang sebenarnya, dengan lantang berkata, “Tolong ya hargai ulama”. Seketika saya teringat seorang ulama besar, terkenal, bijak, yang saya kenal baik, tinggal di luar Jakarta. Saat peristiwa A’a Gym meledak, orang pertama yang saya hubungi lewat telefon adalah ulama ini. Sengaja saya bertanya kepadanya karena saya yakin ia sangat mengetahui duduk soal yang sebenarnya. Cerita sang kiyai saat itu kepada saya adalah, ia merasa dibohongi oleh A’a Gym yang semula menikahi Rini dengan mengaku kepadanya sudah atas sepengetahuan istri pertamanya. Percakapan dengan ulama bijak itu, tetap saya simpan saat itu dengan terbesit kecewa. Saya tidak berminat mencari konfirmasi kepada yang bersangkutan. Untuk apa, toh saya bukan wartawan lagi yang mengejar sumber berita investigasi seperti dahulu yang memang harus saya lakukan. Semua saya simpan….sampai saya
membaca
FEMME minggu ini…., dan mencocokkan dengan cerita pak Kyai , sambil saya berupaya menyadarkan diri saya sendiri berulang kali, bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah…. dan manusia adalah gudangnya ketidaksempurnaan…..

(bagian yang dikutip dari FEMME sudah atas seizin Pemimpin Umum/ redaksi - yang saya lakukan pagi ini)



Website yang berhubungan :
Info Teknologi
Sentuhan Rohani
Trik and Tips
Info Pendidikan
Info Kesehatan
Forum Di Web
Puisi-Puisi Ku

Artikel Yang Berhubungan



0 comments: