Wednesday, 3 February 2010
Selasa, 2 Februari 2010 | 03:30 WIB
Denpasar, Kompas - Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah di Denpasar, Bali, tidak lagi memberikan pengobatan dan perawatan gratis kepada pasien gigitan anjing mulai Senin (1/2). Pasien hanya mendapat pembebasan biaya untuk pemberian vaksin antirabies sebanyak empat kali.
Ketentuan ini berdasarkan surat edaran dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali. �hKami ingin masyarakat tidak terkonsentrasi ke Sanglah, sebaliknya berharap partisipasi pemerintah daerah kota/kabupaten melalui rumah sakit daerah masing-masing,� h kata Kepala Dinas Kesehatan Bali Nyoman Suteja kemarin.
Karena itu, pasien harus menyediakan uang minimal Rp 350.000 untuk sekali berobat, termasuk mendapat suntikan antitetanus. Namun, Suteja menambahkan, para pasien masih mendapat keringanan biaya jika memiliki kartu asuransi atau memenuhi persyaratan jaminan kesehatan bali mandara (JKBM).
Ia juga mengimbau pemerintah daerah kabupaten/kota menyediakan anggaran untuk pembelian vaksin antirabies (VAR) sendiri tanpa bergantung kepada pemerintah provinsi. Selama ini rumah sakit daerah tingkat kabupaten/kota terkesan bergantung kepada provinsi. Dampaknya, pasien harus pergi ke Sanglah sehingga tidak jarang Sanglah kehabisan VAR.
Direktur Keuangan Sanglah Anak Ayu Saraswati mengatakan, pihaknya mencatat utang Pemerintah Provinsi Bali untuk pasien rabies atau gigitan anjing sepanjang tahun 2009 sekitar Rp 7 miliar dari Rp 12 miliar seluruhnya. Ia mengatakan, pihaknya belum mendapatkan kepastian pembayarannya.
Sementara itu, Suteja mengaku pihaknya masih memproses pembayarannya. �hTetapi peraturan baru ini tidak ada kaitannya dengan mencegah pembengkakan utang pemerintah provinsi ke Sanglah,�h bantahnya.
Sejak November 2008 hingga kemarin, Sanglah mencatat 51 pasien dirawat karena gigitan anjing. Sebanyak 29 pasien di antaranya meninggal dunia.
Sementara dari data yang tercatat di Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan pada tahun 2004-2006 tidak tercatat ada kasus gigitan hewan tertular rabies (GHTR). Pada tahun 2008 tercatat 20.296 kasus dan pada 2009 hingga Desember lalu tercatat 16.680 kasus GHTR pada manusia. Sementara, tingkat rata-rata nasional pada tahun 2009 yaitu 16.000 (Kompas, 28/1).
Tahun 2008
Rabies diketahui ada di Bali sejak kuartal keempat tahun 2008 hingga tahun lalu. Sejak itu rabies seperti tidak beranjak dari Bali. Sejak itu jumlah keseluruhan biaya yang keluar total Rp 22,2 miliar. Sepanjang waktu itu penderita yang mendapat gigitan anjing mendapat pengobatan gratis dari pemerintah melalui RSUP Sanglah. Utang Rp 7 miliar seperti pengakuan Gubernur Bali Made Mangku Pastika bulan lalu, Januari 2010, adalah dari dana pengadaan VAR Rp 12 miliar.
Pada pertemuan sejumlah ahli rabies yang diadakan Ikatan Alumni Universitas Udayana di Denpasar, Bali, bulan lalu, seorang peneliti dari Australia Center for International Agricultural Research (ACIAR) Helen Scott Orr menyatakan, penanganan rabies butuh biaya amat besar.
Dari 387 sampel yang dikirim ke Balai Besar Veteriner, 109 positif rabies. Kini rabies ada di tujuh kabupaten/kota di Pulau Dewata dan telah menewaskan 30 orang (Kompas, 28/1). Hanya Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Jembrana yang berada paling barat Pulau Bali berstatus bebas rabies.
Seorang konsultan rabies dari Bali Animal Welfare Association, Darryn Knobel, menyatakan, pengalaman Thailand, Sri Lanka, dan Ekuador yang membunuh 35.000-50.000 ekor anjing per tahun pun, rabies tidak juga hilang. (AYS)
0 comments:
Post a Comment