Wednesday, 3 February 2010

Rabu, 3 Februari 2010 | 04:21 WIB

Jakarta, Kompas - Direktur Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian Tjeppy D Sudjana menyatakan, laju penyebaran penyakit rabies di Bali lebih cepat dibandingkan dengan vaksinasi hewan pembawanya. Eliminasi hewan pembawa rabies merupakan cara paling cepat untuk menanggulangi wabah.

”Namun, dinamika di masyarakat berbeda. Keinginan melakukan eliminasi dihadapkan pada resistensi masyarakat,” kata Tjeppy, Senin (1/2) di Jakarta.

Menurut dia, tidak benar bahwa pemerintah pusat lepas tangan. Sejak terjadinya wabah rabies, sebagai bentuk penanganan darurat, Kementerian Pertanian memberi bantuan 180.000 dosis vaksin. Juga diberikan analisis dan dukungan peralatan laboratorium dari Australia.

”Setelah ada bantuan kedaruratan, pemerintah daerah Bali seharusnya mengusulkan kepada DPRD setempat untuk menambah alokasi anggaran penanggulangan rabies,” katanya. Ditjen Peternakan tengah mengusulkan tambahan anggaran untuk penanganan penyakit hewan menular, termasuk rabies.

Pendataan sementara populasi anjing di Bali mencapai 400.000 ekor. Dari jumlah itu, baru 30 persen di vaksinasi.

Laju penularan kepada hewan pembawa rabies tak secepat eliminasi yang dilakukan bersamaan vaksinasi. Dengan eliminasi, populasi anjing terkena rabies akan semakin sedikit.

Saat ini di Bali banyak sekali anjing liar ataupun diliarkan. Anjing-anjing itu sengaja dilepas untuk menjaga rumah saat ditinggal penghuni atau untuk menunggui ladang. Penanggulangannya sulit, belum lagi yang tersebar di gunung-gunung.

Vaksin lebih selektif

Kementerian Kesehatan kini sedang memulai pengadaan kembali vaksin antirabies karena stok kurang. Karena harganya relatif mahal, pemberian vaksin antirabies perlu lebih selektif agar benar-benar diterima oleh warga yang terkena gigitan dan rawan terkena penyakit itu.

Selain itu, penanganan penyakit itu harus komprehensif, terutama pengendalian rabies pada hewan melalui pemberian vaksin kepada hewan, terutama anjing. Saat ini cakupan vaksin pada hewan masih rendah.

Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, Rita Kusriasturi mengatakan, pada awal 2009 rabies meluas di Bali danterjadi kepanikan.

”Warga yang dijilat anjing ikut ke rumah sakit untuk di vaksin, padahal belum tentu butuh. Itu dapat dimengerti karena masyarakat panik. Kementerian Kesehatan telah membuat panduan pemberian vaksin,” ujarnya.

Dia mengatakan, telah menerima surat dari Pemerintah Provinsi Bali untuk bantuan vaksin antirabies. Pemerintah akan membeli sekitar 22.400 vial vaksin antirabies.

”Dalam waktu dekat diharapkan sudah ada stok lagi. Vaksin antirabies masih harus diimpor karena belum diproduksi di dalam negeri,” katanya. (MAS/INE)

Artikel Yang Berhubungan



0 comments: