Sunday, 1 November 2009
Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia Adiati Arifin M Siregar mengingatkan, ancaman kasus kanker di negara berkembang, termasuk Indonesia semakin meningkat.
"Badan Internasional Penelitian Kanker menyatakan sekitar 50 persen sampai 70 persen kasus kanker akan terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia," kata Adiati Arifin saat pelantikan pengurus Yayasan Kanker Indonesia Cabang Kalbar periode 2009-2014 di Pontianak.
Faktor pemicunya yakni perubahan piramida kependudukan dunia baik dalam jumlah maupun distribusi umur. Kemudian peralihan faktor risiko kanker dari negara maju ke negara berkembang.
Menurut dia, kondisi itu juga diperparah kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kanker serta sarana untuk deteksi dini.
Yayasan Kanker Indonesia memusatkan penyuluhan untuk 10 jenis kanker yakni kanker leher rahim, payudara, hati, paru, kulit, nasofaring, kelenjar getah bening, usus besar dan penyakit trofoblas panas.
"Masalah rokok juga menjadi perhatian karena menjadi salah satu penyebab kanker," kata Adiati Arifin.
Yayasan Kanker Indonesia Pusat memberi santunan obat untuk kanker bagi penderita yang tidak mampu dengan anggaran Rp100 juta per bulan.
Sekretaris Daerah Pemprov Kalbar Syakirman mengatakan pertumbuhan penderita penyakit tidak menular, salah satunya kanker, menjadi tantangan besar bagi setiap daerah.
"Meningkatnya umur harapan hidup, dapat diatasinya beberapa penyakit menular, serta pola hidup menjadi pemicu angka kesakitan dan kematian penyakit tidak menular," kata Syakirman.
Pola hidup yang meningkatkan paparan faktor risiko, diantaranya merokok, kurang berolah raga, stres, memakan makanan yang tinggi lemah dan rendah serat, serta kondisi lingkungan yang makin buruk.
"Sekitar 70 persen kasus baru kanker sudah ditemukan dalam kondisi stadium lanjut," kata Syakirman.
Ia mengakui penanganan penyakit dan deteksi dini kanker belum sepenuhnya mendapat prioritas dalam berbagai kebijakan dan program kesehatan pemerintah.
kompas.com
0 comments:
Post a Comment